Model-Model Pre-Service Pendidikan Guru
Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada
umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya sebagai
sasaran utama supervisi pendidikan tidak akan terwujud dengan baik, apabila
guru-guru sebagai pengemban yang langsung tidak mengalami pertumbuhan atau perkembangan
dalam bidang keahlian atau profesinya.
Pendidikan pra-jabatan atau pre-service education
merupakan fase mempersiapkan tenaga-tenaga kependidikan untuk memperoleh pengetahuan,
ketrampilan-ketrampilan, dan sikap-sikap yang dibutuhkan sebelum bertugas/berdinas.
A.
KONSEP PRE-SERVICE PENDIDIKAN GURU
Loretta dan Stein yang
dikutip oleh Syaiful Sagala mengemukakan kategori pendidikan profesional pre service
teacher education adalah.
a. Suatu
studi yang diwajibkan untuk menjadi guru, yang secara historis terbentuk dari
sejumlah mata pelajaran yang diambil pada perguruan tinggi dengan memberikan
pengalaman lapangan supervisi yang didisain untuk menerima tamatan SLTA
memasuki profesi mengajar;
b. Penataran
guru untuk memenuhi kebutuhan pejabat (employer) dan pegawai (employee)
dalam daerah tertentu;
c. Continuing
education suatu program pelajaran berkelanjutan yang ditentukan
secara individual atau mata pelajaran yang dipilih untuk memenuhi minat atau
kebutuhan menuju pencapaian tujuan spesifik atau gelar; dan
d. Pengembangan
kedudukan sataf (staf development) suatu program pengalaman didisain
untuk memperbaiki kedudukan seluruh anggota staf secara pribadi maupun
kelompok.
Universitas yang menyediakan program ini berkenaan dengan kurikulum
pendidikan guru dan kemitraan dengan sekolah dengan membekali mahasiswa calon
guru dengan pengetahuan dan keterampilan formal kependidikan dan pengetahuan
tentang sekolah.
Maister dalam Abdul Syukur mengemukakan bahwa profesionalisme
guru bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manjemen tetapai lebih merupakan
sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seprang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi
akademik yaitu tingkat pendidikan formal yang telah dicapai sampai dengan guru
mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar
(D4 atau Post Graduate diploma), baik di dalam maupun di luar
negeri. Bukti fisik yang terkait dengan komponen ini dapat berupa ijazah atau
sertifikat diploma.
Tenaga kependidikan dapat diangkat dari berbagai
latar belakang disiplin ilmu. Sebelumnya diangkat menjadi guru, mereka harus mendapat
pendidikan, latihan, dan bimbingan tentang pengetahuan keguruan, atau mendapat
ijasah akta IV dari perguruan tinggi yang telah terakreditasi.
B. PROGRAM PENDIDIKAN PRE-SERVICE
Tenaga pendidik
disiapkan melalui pre service teacher education dengan strategi
pelaksanaan dan pengembangan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK) seperti (IKIP, FKIP, FIP, STKIP, dan FTIK) yang menghasilkan
tenaga kependidikan dan guru. Untuk menyediakan guru yang dibutuhkan,
maka LPTK mampu menangani program dan melakukan inovasi dengan
menanamkan pemahaman yang mendalam tentang kurikulum pada calon guru
dengan melakukan evaluasi pada tiap periode yang telah ditentukan untuk
menjamin kesinambungan pengembangan staf. Kebutuhan pasar pendidikan
dewasa ini telah beragam. Hal ini ditandai munculnya berbagai program
dan model pendidikan yang dibutuhkan masyarakat.
Proses pendidikan guru ini dapat berlangsung di
dalam kelas, dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pada kehidupan luar kelas.
Lawrence Downey dalam Oemar Hamalik menyatakan bahwa proses pendidikan mengandung
tiga dimensi :
a. Dimensi
substantif mengenai bahan apa yang akan diajarkan.
b. Dimensi
tingkah laku guru tentang bagaimana guru mengajar. Jadi, bertalian dengan
kemampuan guru dan metode mengajar.
c. Dimensi
lingkungan fisik, sarana, dan prasarana pendidikan
Dalam pendidikan prajabatan, sebelum menjadi guru,
seseorang akan dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan
dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu
menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya.
Proses pendidikan tidak muncul begitu saja, tetapi
harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru.
Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, ketrampilan
dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru
berada dalam pendidikan prajabatan.
Kualifikasi akademik guru ini dapat diperoleh
melalui program pendidikan formal sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) pada perguruan
tinggi yang terakreditasi. Untuk guru yang telah ada (guru dalam jabatan)
kualifikasi akademik ini dapat dipenuhi melalui pendidikan formal sarjana (S1)
atau Diploma empat (D-IV) pada perguruan tinggi yang terakreditasi yang dapat
mengakui hasil pembelajaran yang telah diakuinya, termasuk pelatihan guru
dengan memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya dan atau prestasi
akademik yang diakui dan diperhitungkan ekuivalensi sks-nya oleh perguruan
tinggi dimana guru tersebut memperoleh pendidikan.
C.
ANALISIS (Dikaitkan
Dengan Konteks Indonesia)
Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan
jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga
pendidikan guru. Guru pemula dengan latar pendidikan keguruan lebih mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, karena dia sudah dibekali dengan
seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya, sedangkan guru yang bukan
berlatar pendidikan keguruan akan banyak menemukan banyak masalah dalam pembelajaran.
Jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional
memiliki ciri-ciri tertentu, diantaranya memerlukan persiapan/ pendidikan
khusus bagi calon pelakunya, yaitu membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan.
PP No. 19 Tahun 2005, pasal 28 ayat 1 mengarisbawahi
bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya dalam pasal 29 dipertegaskan
kualifikasi guru untuk jenjang SMPMTs.
Pendidik pada SMP/ MTS, atau bentuk lain yang
sederajat memiliki:
a. Kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1),
b. Latar
belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperleh dari program studi yang
terakreditasi,
c. Sertifikasi profesi guru untuk SMP/ MTs.
Program pre service teacher education yang
dilakukan oleh LPTK seperti Universitas Negeri Semarang, STAIN Kudus,
Universitas Negeri Malang, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas
lain yang mempunyai visi dan misi yang sama yaitu kependidikan menyediakan
tenaga pendidik pada berbagai bidang ilmu seperti Ilmu Pendidikan, Bahasa,
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Teknik,
Ilmu Ekonomi, Ilmu Keolahragaan, Ilmu Agama Islam dan sebagainya dengan standar
pembelajaran yang tinggi. Mahasiswa dibekali materi penngetahuan sesuai bidang
peminatannya, kemampuan menyusun dan mengembangkan kurikulum, kemampuan
menyusun dan mengembangkan rencana pelaksanaan.
Upaya pemerintah untuk
terus mengembangkan profesi pendidik sebagai profesi yang kuat dan dihormati
sejajar dengan profesi lainnya terlihat dari lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen yang berusaha mengembangkan profesi pendidik melalui
perlindungan hukum. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan
profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan
jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat
persekolahan sampai perguruan tinggi. Upaya lain yang dilakukan pemerintah
adalah program sertifikasi, dan pembentukan PKG (Pusat Kegiatan Guru, MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran), maupun KKG (Kelompok Kerja Guru). Hal yang penting dan
perlu dilakukan pemerintah adalah membangun kemandirian di kalangan guru.
Kemandirian tersebut akan menumbuhkan sikap
profesional dan inovatif pada guru dalam melaksanakan peran dan
tugasnya
mendidik masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan berkualitas.
Sejalan dengan
kebijakan pemerintah, melalui UU No. 14 Tahun 2005 pasal 7 mengamanatkan bahwa
pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Disamping itu menurut pasal
20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian
masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar dalam
Adiningsih (2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru
PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika
hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi
yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti
fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57).
Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga
seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan
adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa
40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya.
Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia. Bagaimana dapat
dikatakan profesional jika penguasaan materi mata pelajaran yang diampu masih
kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang
mengajar di luar bidang keahliannya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002)
bahwa Professionals are specialists and
experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily
transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or
sagacity outside their specialties.
KESIMPULAN
Pendidikan
mempunyai peranan yang sangat besar dalam peningkatan SDM yang bermutu, karena
pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam kerangka membangun,
membina dan mengembangkan kualitas manusia indonesia yang dijalanka secara
terstruktur, sistematis dan terprogram serta berkelanjutan. Untuk menghasilkan
SDM yang bermutu dan berwawasan teknologi pendidikan diperlukan
profesionalisme Tenaga pendidik dalam mengembangkan dan memanfaatkan teknologi
pendidikan dalam dunia pendidikan.
Tenaga pendidik yang profesional dapat diartikan sebagai kometmen
para tenaga pendidik untuk meningkatkan profesionalismenya dan terus-menerus
mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan
pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Profesionalisme pendidik dapat dicapai
dengan memperdalam bidang keilmuan (kognitif) melalui pendidikan pasca sarjana,
pendidikan dan latihan jangka pendek;meningkatka kemampuan psikomotorik dan
afektif melalui pelatihan, lokakarya, seminar, diskusi, pelaksanaan akademik dan
mimbar akademik.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.stainkudus.ac.id/460/5/5.%20BAB%20II.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar